Labels

Tampilkan postingan dengan label Astronomi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Astronomi. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 21 Juli 2012

Masa Depan Bumi Saat Matahari Berevolusi


Perubahan iklim dan pemanasan global yang terjadi akhir-akhir ini menjadi salah satu efek yang sangat signifikan dalam perubahan kondisi Bumi selama beberapa dekade dan abad ke depan. Namun, bagaimana dengan nasib Bumi jika terjadi pemanasan bertahap saat Matahari menuju masa akhir hidupnya sebagai bintang katai putih? Akankah Bumi bertahan, ataukah masa tersebut akan menjadi masa akhir kehidupan Bumi?
Bintang Raksasa Merah. Impresi artis. source : Universetoday
Milyaran tahun lagi, Matahari akan mengembang menjadi bintang raksasa merah. Saat itu, ia akan membesar dan menelan orbit Bumi. Akankah Bumi ditelan oleh Matahari seperti halnya Venus dan Merkurius? Pertanyaan ini telah menjadi diskusi panjang di kalangan astronom. Akankah kehidupan di Bumi tetap ada saat matahari menjadi Katai Putih?
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan K.-P. Schr¨oder dan Robert Connon Smith, ketika Matahari menjadi bintang raksasa merah, ekuatornya bahkan sudah melebihi jarak Mars. Dengan demikian, seluruh planet dalam di Tata Surya akan ditelan olehnya. Akan tiba saatnya ketika peningkatan fluks Matahari juga meningkatkan temperatur rata-rata di Bumi sampai pada level yang tidak memungkinkan mekanisme biologi dan mekanisme lainnya tahan terhadap kondisi tersebut.
Saat Matahari memasuki tahap akhir evolusi kehidupannya, ia akan mengalami kehilangan massa yang besar melalui angin bintang. Dan saat Matahari bertumbuh (membesar dalam ukuran), ia akan kehilangan massa sehingga planet-planet yang mengitarinya bergerak spiral keluar. Lagi-lagi pertanyaannya bagaimana dengan Bumi? Akankah Matahari yang sedang mengembang itu mengambil alih planet-planet yang bergerak spiral, atau akankah Bumi dan bahkan Venus bisa lolos dari cengkeramannya?
Perhitungan yang dilakukan oleh K.-P Schroder dan Robert Cannon Smith menunjukan, saat Matahari menjadi bintang raksasa merah di usianya yang ke 7,59 milyar tahun, ia akan mulai mengalami kehilangan massa. Matahari pada saat itu akan mengembang dan memiliki radius 256 kali radiusnya saat ini dan massanya akan tereduksi sampai 67% dari massanya sekarang. Saat mengembang, Matahari akan menyapu Tata Surya bagian dalam dengan sangat cepat, hanya dalam 5 juta tahun. Setelah itu ia akan langsung masuk pada tahap pembakaran helium yang juga akan berlangsung dengan sangat cepat, hanya sekitar 130 juta tahun. Matahari akan terus membesar melampaui orbit Merkurius dan kemudian Venus. Nah, pada saat Matahari akan mendekati Bumi, ia akan kehilangan massa 4.9 x 1020 ton setiap tahunnya (setara dengan 8% massa Bumi).
Perjalanan evolusi Matahari sejak lahir sampai menjadi bintang katai putih.
Setelah mencapai tahap akhir sebagai raksasa merah, Matahari akan menghamburkan selubungnya dan inti Matahari akan menyusut menjadi objek seukuran Bumi yang mengandung setengah massa yang pernah dimiliki Matahari. Saat itu, Matahari sudah menjadi bintang katai putih. Bintang kompak ini pada awalnya sangat panas dengan temperatur lebih dari 100 ribu derajat namun tanpa energi nuklir, dan ia akan mendingin dengan berlalunya waktu seiring dengan sisa planet dan asteroid yang masih mengelilinginya.
Zona Laik Huni yang Baru
Saat ini Bumi berada di dalam zona habitasi / laik huni dalam Tata Surya. Zona laik huni atau habitasi merupakan area di dekat bintang di mana planet yang berada di situ memiliki air berbentuk cair di permukaannya dengan temperatur rata-rata yang mendukung adanya kehidupan. Dalam perhitungan yang dilakukan Schroder dan Smith, temperatur planet tersebut bisa menjadi sangat ekstrim dan tidak nyaman untuk kehidupan, namun syarat utama zona habitasinya adalah keberadaan air yang cair.
Terbitnya bintang raksasa merah. Impresi artis. Sumber: Jeff Bryant's Space Art.
Tak dapat dipungkiri, saat Matahari jadi Raksasa Merah, zona habitasi akan lenyap dengan cepat. Saat Matahari melampaui orbit Bumi dalam beberapa juta tahun, ia akan menguapkan lautan di Bumi dan radiasi Matahari akan memusnahkan hidrogen dari air. Saat itu Bumi tidak lagi memiliki lautan. Tetapi, suatu saat nanti, ia akan mencair kembali. Nah saat Bumi tidak lagi berada dalam area habitasi, lantas bagaimana dengan kehidupan di dalamnya? Akankah mereka bertahan atau mungkin beradaptasi dengan kondisi yang baru tersebut? Atau itulah akhir dari perjalanan kehidupan di planet Bumi?
Yang menarik, meskipun Bumi tak lagi berada dalam zona habitasi, planet-planet lain di luar Bumi akan masuk dalam zona habitasi baru milik Matahari dan mereka akan berubah menjadi planet layak huni. Zona habitasi yang baru dari Matahari akan berada pada kisaran 49,4 SA – 71,4 SA. Ini berarti areanya akan meliputi juga area Sabuk Kuiper, dan dunia es yang ada disana saat ini akan meleleh. Dengan demikian objek-objek disekitar Pluto yang tadinya mengandung es sekarang justru memiliki air dalam bentuk cairan yang dibutuhkan untuk mendukung kehidupan. Bahkan bisa jadi Eris akan menumbuhkan kehidupan baru dan menjadi rumah yang baru bagi kehidupan.
Bagaimana dengan Bumi?
Apakah ini akhir perjalanan planet Bumi? Ataukah Bumi akan selamat? Berdasarkan perhitungan Schroder dan Smith Bumi tidak akan bisa menyelamatkan diri. Bahkan meskipun Bumi memperluas orbitnya 50% dari orbit yang sekarang ia tetap tidak memiliki pluang untuk selamat. Matahari yang sedang mengembang akan menelan Bumi sebelum ia mencapai batas akhir masa sebagai raksasa merah. Setelah menelan Bumi, Matahari akan mengembang 0,25 SA lagi dan masih memiliki waktu 500 ribu tahun untuk terus bertumbuh.
Matahari yang menjadi raksasa merah akan mengisi langit seperti yang tampak dari bumi. Gambar ini menunjukan topografi Bumi yang sudah meleleh menjadi lava. Tampak siluet bulan dengan latar raksasa merah. Copyright William K. Hartmann
Saat Bumi ditelan, ia akan masuk ke dalam atmosfer Matahari. Pada saat itu Bumi akan mengalami tabrakan dengan partikel-partikel gas. Orbitnya akan menyusut dan ia akan bergerak spiral kedalam. Itulah akhir dari kisah perjalanan Bumi.
Sedikit berandai-andai, bagaimana menyelamatkan Bumi? Jika Bumi berada pada jarak 1.15 SA (saat ini 1 SA) maka ia akan dapat selamat dari fasa pengembangan Matahari tersebut. Nah bagaimana bisa membawa Bumi ke posisi itu?? Meskipun terlihat seperti kisah fiksi ilmiah, namun Schroder dan Smith menyarankan agar teknologi masa depan dapat mencari cara untuk menambah kecepatan Bumi agar bisa bergerak spiral keluar dari Matahari menuju titik selamat tersebut.
Yang menarik untuk dikaji adalah, umat manusia seringkali gemar berbicara tentang masa depan Bumi milyaran tahun ke depan, padahal di depan mata, kerusakan itu sudah mulai terjadi. Bumi saat ini sudah mengalami kerusakan awal akibat ulah manusia, dan hal ini akan terus terjadi. Bisa jadi akhir perjalanan Bumi bukan disebabkan oleh evolusi matahari, tapi oleh ulah manusia itu sendiri. Tapi bisa jadi juga manusia akan menemukan caranya sendiri untuk lolos dari situasi terburuk yang akan dihadapi.

Bagaimana membuktikan bahwa Bumi mengelilingi Matahari, dan bukan sebaliknya?


Pada awal perkembangan sains, orang-orang seperti Copernicus, Kepler, Galileo & Newton berpendapat bahwa alangkah lebih baik (untuk menjelaskan), lebih mudah (secara matematika) & lebih elegan (secara filosofis) bahwa Matahari berada di pusat, sementara Bumi & planet-planet berputar mengelilingi Matahari. Semua punya penjelasan yang memuaskan, secara teori untuk mengatakan hal itu.
Sampai sekarang, pelajaran SMU fisika pun memberikan penjelasan yang jelas & memuaskan, bahwa memang demikian ada-nya. Massa matahari yang jauh lebih besar daripada planet-planet membuat planet-planet harus tunduk pada ikatan gravitasi Matahari, sehingga planet-planet tersebut bergerak mengitari Matahari sebagai pusat. Demikian dari hukum Gravitasi Newton.
Perumusan matematika-nya secara gamblang dan jelas dijelaskan oleh perumusan Kepler, hanya karena Matahari yang menjadi pusat sistem.
Kalau memang begitu ada-nya dan tidak percaya, bagaimana membuktikannya? Gampang, terbang saja jauh-jauh dari sistem tata surya ke arah kutub, dan lihatlah bagaimana Bumi beserta planet-planet bergerak mengitari Matahari. Tentu saja ini adalah pernyataan yang bersikap humor. Tapi ini memang menjadi pertanyaan penting, bagaimana membuktikannya?
Bapak-bapak yang telah disebutkan tadi, tentu saja mempunyai pendapat yang berlaku sebagai hipotesa, dan harus bisa dibuktikan melalui pembuktian yang teramati/eksperimentasi. Apabila eksperimen berkesesuaian dengan hipotesa, maka hipotesa diterima dan itu menjadi teori. Bukankah demikian?
Baik, sekarang bagaimana membuktikannya? Satu-satu-nya cara membuktikan fenomena langit adalah melalui ilmu astronomi, yaitu ketika pengamatan dilakukan pada benda-benda langit lalu memberikan penjelasan ilmiah tentang apa yang sebenar-nya terjadi disana.
Tentu tidaklah mudah memberikan bukti yang langsung bisa menjelaskan secara cespleng bahwa Bumi berputar mengitari Matahari, bukankah lebih mudah mengatakan kebalikannya? Tapi seperti yang telah disampaikan, itu akan menjadi tidak baik, tidak mudah dan tidak elegan untuk menyatakan demikian. Ternyata dari pengamatan astronomi menunjukkan bahwa memang Bumi yang mengitari Matahari. Tidak percaya?
Bukti pertama, adalah yang ditemukan oleh James Bradley (1725). Pak Bradley menemukan adanya aberasi bintang.
Apa itu aberasi bintang? Bayangkan kita sedang berdiri ditengah-tengah hujan, dan air hujan jatuh tepat vertikal/tegak lurus kepala kita. Kalau kita menggunakan payung, maka muka & belakang kepala kita tidak akan terciprat air bukan? Kemudian kita mulai berjalan ke depan, perlahan-lahan & semakin cepat berjalan, maka seolah-olah air hujan yang tadi jatuh tadi, malah membelok dan menciprati muka kita. Untuk menghindari-nya maka kita cenderung mencondongkan payung ke muka. Sebetulnya air hujan itu tetap jatuh tegak lurus, tetapi karena kita bergerak relatif ke depan, maka efek yang terjadi adalah seolah-olah membelok dan menciprat ke muka kita.
Demikian juga dengan fenomena aberasi bintang, sebetulnya posisi bintang selalu tetap pada suatu titik di langit, tetapi dari pengamatan astronomi, ditemukan bahwa posisi bintang mengalami pergeseran dari titik awalnya, pergeseran-nya tidak terlalu besar, tetapi cukup untuk menunjukkan bawha memang sebenar-nya lah bumi yang bergerak.
Mari kita tinjau Gb.1.
Efek Aberasi Bintang
Aberasi terjadi jika pengamat adalah orang yang berdiri ditengah hujan, dan arah cahaya bintang adalah arah jatuhnya air hujan. Kemudian pengamat bergerak tegak ke muka, tegak lurus arah jatuhnya hujan. S menyatakan posisi bintang, E posisi pengamat di Bumi. Arah sebenarnya bintang relatif terhadap pengamat adalah ES, jaraknya tergantung pada laju cahaya. Kemudian Bumi BERGERAK pada arah EE’ dengan arah garis merepresentasikan lajunya. Ternyata pengamatan menunjukkan bahwa bintang berada pada garis ES’ alih-alih ES, dengan SS’ paralel & sama dengan EE’. Maka posisi tampak binang bergeser dari posisi sebenarnya dengan sudut yang dibentuk antara SES’.Jika memang Bumi tidak bergerak, maka untuk setiap waktu, sudut SES’ adalah 0, tetapi ternyata sudut SES’ tidak nol. Ini adalah bukti yang pertama yang menyatakan bahwa memang Bumi bergerak.
Bukti kedua adalah paralaks bintang. Bukti ini diukur pertama kali oleh Bessel (1838). Paralaks bisa terjadi jika posisi suatu bintang yang jauh, seolah-olah tampak ‘bergerak’ terhadap suatu bintang yang lebih dekat. (Gb.2). Fenomena ini hanya bisa terjadi, karena adanya perubahan posisi dari Bintang akibat pergerakan Bumi terhadap Matahari. Perubahan posisi ini membentuk sudut p, jika kita ambil posisi ujung-ujung saat Bumi mengitari Matahari. Sudut paralaks dinyatakan dengan (p), merupakan setengah pergeseran paralaktik bilamana bintang diamati dari dua posisi paling ekstrim.
Paralaks Bintang
Bagaimana kita bisa menjelaskan fenomena ini? Ini hanya bisa dijelaskan jika Bumi mengitari Matahari, dan bukan kebalikannya.Bukti ketiga adalah adanya efek Doppler.
Sebagaimana yang telah diperkenalkan oleh Newton, bahwa ternyata cahaya bisa dipecah menjadi komponen mejikuhibiniu, maka pengetahuan tentang cahaya bintang menjadi sumber informasi yang sahih tentang bagaimana sidik jari bintang (baca tulisan saya tentang ‘fingerprint of the star’) . Ternyata pengamatan-pengamatan astronomi menunjukkan bahwa banyak perilaku bintang menunjukkan banyak obyek-obyek langit mempunyai sidik jari yang tidak berada pada tempat-nya. Bagaimana mungkin? Penjelasannya diberikan oleh Bpk. Doppler (1842), bahwa jika suatu sumber informasi ‘bergerak’ (informasi ini bisa suara, atau sumber optis), maka terjadi ‘perubahan’ informasi. Kenapa bergeraknya harus tanda petik? Ini bisa terjadi karena pergerakannya dalah pergerakan relatif, apakah karena pengamatnya yang bergerak? Atau sumber-nya yang bergerak?
Demikian pada sumber cahaya, jika sumber cahaya mendekat maka gelombang cahaya yang teramati menjadi lebih biru, kebalikannya akan menjadi lebih merah. Ketika Bumi bergerak mendekati bintang, maka bintang menjadi lebih biru, dan ketika menjauhi menjadi lebih merah.
Disuatu ketika, pengamatan bintang menunjukkan adanya pergeseran merah, tetapi di saat yang lain, bintang tersebut mengalami pergeseran Biru. Jadi bagaimana menjelaskannya? Ini menjadi bukti yang tidak bisa dibantah, bahwa ternyata Bumi bergerak (bolak-balik – karena mengitari Matahari), mempunyai kecepatan, relatif terhadap bintang dan tidak diam saja.
Dengan demikian ada tiga bukti yang mendukung bahwa memang Bumi bergerak mengitari matahari, dari aberasi (perubahan kecil pada posisi bintang karena laju Bumi), paralaks (perubahan posisi bintang karena perubahan posisi Bumi) dan efek Doppler (perubahan warna bintang karena laju Bumi).
Tentu saja bukti-bukti ini adalah bukti-bukti ILMIAH, dimana semua pemaknaan, pemahaman dan perumusannya mempergunakan semua kaidah-kaidah ilmiah, masuk akal dan ber-bobot kebenaran ilmiah. Apakah memang demikian adanya? Seperti yang ungkapkan, sampai detik ini belum ada teknologi yang bisa membuat kita bisa terbang jauh-jauh ke luar angkasa, sedemikian jauhnya sehingga bisa melihat memang begitulah yang sebenarnya. Tetapi, pembuktian metode ilmiah selama ini cukup sahih untuk menjawab banyak ketidak-pahaman manusia tentang posisi-nya di alam. Dan bukti-bukti yang telah disebutkan tersebut cukup untuk menjadi landasan untuk menjawab bahwa memang Bumi mengitari Matahari; dari pengetahuan Bumi mengitari Matahari, banyak hal-hal yang telah diungkap tentang alam semesta ini, sekaligus menjadi landasan untuk mencari jawab atas banyak hal yang belum bisa dijawab pada saat ini.

Jumat, 20 Juli 2012

Ayo Menamai Satelit!


Ya, Anda diperbolehkan menamai satelit. NASA mengundang Anda di seluruh penjuru dunia untuk menamai satelit barunya sebelum diluncurkan pertengahan tahun ini. Sebelumnya satelit ini dipanggil GLAST, kependekan dari Gamma-ray Large Area Space Telescope.
Ilustrasi wahana GLAST (credit: NASA and General Dynamics).
Alan Stern dari markas NASA di Washington DC mengatakan bahwa NASA sedang mencari-cari nama yang akan mencitrakan grengseng misi GLAST dan mensinyalir (observasi) sinar gamma dan energi tinggi. Nama yang diharapkan muncul adalah yang mudah diingat, gampang diucapkan, dan akan menjadikan satelit dan misi ini menjadi topik pembicaraan di meja makan dan diskusi di kelas.
Tujuan utama teleskop tersebut meliputi:
  • Menyelidiki lingkungan paling ekstrem di alam semesta
  • Mencari tanda-tanda hukum baru fisika dan apa yang menyusun dark matter (materi gelap) yang misterius
  • Memahami bagaimana lubang hitam mempercepat semburan (jet) materi hingga mendekati kecepatan cahaya
  • Memecahkan misteri ledakan kuat tiba-tiba yang dikenal sebagai gamma-ray burst
  • Menjawab pertanyaan mengenai flare Matahari, pulsar, dan asal-usul sinar kosmik
Nama baru yang diusulkan boleh berupa singkatan, namun itu tidak menjadi persyaratan. Teleskop juga boleh dinamai dengan nama ilmuwan terkenal dan belum pernah dipakai untuk nama misi-misi NASA sebelumnya. Seluruh saran nama akan dipertimbangkan. Anda pun boleh mengusulkan lebih dari satu nama. Berminat? Ajukan usulan Anda ke http://glast.sonoma.edu/glastname

Olimpiade Luar Angkasa


Tidak ada apapun di luar angkasa yang diam, Pada kenyataannya sebagian besar bintang seperti pelari maraton jarak jauh yang bergerak terus menerus di luar angkasa sepanjang masa hidupnya. Tapi, ada yang berbeda. Para astronom menemukan sebuah bintang ( tampak seperti noda hijau di dalam kotak) yang jauh lebih baik sebagai pelari cepat.
Pulsar yang bergerak super cepat. Kredit : X-ray: NASA/CXC/UC Berkeley/J.Tomsick et al, Optical: DSS; IR: 2MASS/UMass/IPAC-Caltech/NASA/NSF
Untuk mengetahui kecepatan bintang tersebut, para astronom harus mengetahui berapa jauh ia sudah bergerak semenjak ia memulai pertandingannya dan berapa lama waktu yang ia butuhkan untuk menempuh jarak tersebut. Para astronom kemudian menemukan sebuah jawaban. Menurut mereka, bintang ini memulai perjalanannya dari pusat awan gas dan debu berwarna ungu di foto.  Ini dikarena bintang tersebut merupakan tipe yang spesial yang berputar sangat cepat dan disebut sebagai pulsar.  Dan pulsar ini terlontar pada saat ledakan yang menghasilkan awan gas dan debu.
Dari hasil perhitungan, para astronom menduga kalau pulsar bergerak dengan kecepatan yang super cepat antara 9 juta – 11 juta kilometer per jam ! Pulsar ini jadi pulsar yang bergerak paling cepat yang sudah pernah ditemukan! Tapi ada pesaing lainnya, karena ada pulsar lain yang bergerak antara 5 – 10 juta kilometer per jam.
Sayangnya, para astronom tidak bisa memasukkan kedua bintang tersebut dalam Olimpiade Luar Angkasa untuk menentukan siapa yang merupakan pelari cepat yang tercepat. Sebaliknya, mereka perlu bekerja lebih keras lagi untuk menyempurnakan hasilnya.
Fakta menarik : Jika pulsar bergerak dengan kecepatan 11 juta kilometer per jam, ia dapat mengelilingi ekuator Bumi hanya dalam 13 detik!, wauuh hebat sekali

Pendatang dari Luar Tata Surya


Sebuah bintik cahaya kecil muncul di sisi kanan bawah medan pandang instrumen LASCO (Large Scale Coronagraph) C3 satelit SOHO (Solar and Heliospheric Observatory) pada 12 Juli 2012 pukul 09:08 WIB. Tak ada yang istimewa dari bintik kecil ini, yang magnitudo visualnya sekitar +2, kecuali bahwa ia mempunyai bentuk menyerupai ekor dengan arah menjauhi Matahari. Ya, bintik kecil ini sebenarnya adalah sebuah komet yang sedang menuju titik perihelionnya dalam perjalanannya mengedari Matahari. Yang membuatnya berbeda dibanding komet-komet lainnya yang pernah terpantau satelit SOHO adalah komet ini merupakan komet periodik. Inilah komet Machholz 1, komet berperiode 5,24 tahun yang mengedari Matahari dengan karakteristiknya yang aneh.
Komet Machholz 1 (dalam lingkaran) terpantau dalam instrumen LASCO C3 SOHO, pada 12 Juli 2012. Sumber : NASA, 2012.
Komet Machholz 1 merupakan komet ke-96 dalam katalog komet-komet periodik hingga saat ini. Komet ini pertama kali diamati oleh Donald E. Machholz, astronom amatir California (AS) dari puncak Pegunungan Loma Prieta pada 12 Mei 1986 pukul 3 dinihari waktu California, menggunakan binokular dengan lensa obyektif bergaris tengah 130 mm dan perbesaran 29 kali. Saat itu komet nampak sebagai bintik cahaya amat redup, dengan manitudo visual +11 atau hanya 15 kali lipat lebih terang dibanding Pluto. Berbeda dengan komet lainnya, bintik cahaya ini tidak menampakkan bentuk ekor. Sehari kemudian penemuan ini dikonfirmasi oleh astronom Charles Morris dan Alan Hale dalam pengamatan di dekat observatorium Gunung Wilson, California (AS), masing-masing menggunakan teleskop reflektor dengan cermin bergaris tengah 25 dan 20 cm. Profil orbit yang diperoleh memastikan komet ini belum pernah terlihat sebelumnya, sehingga merupakan komet baru yang selanjutnya dinamakan komet Machholz 1, sesuai nama penemunya.
Komet Maccholz 1 merupakan komet berperiode pendek, karena mengedari Matahari sekali setiap 5,28 tahun. Namun di antara komet-komet berperiode pendek lainnya, komet Machholz 1 adalah komet yang aneh, karena kemiringan sumbu orbitnya terhadap bidang edar Bumi mengelilingi Matahari (inklinasi) mencapai 60 derajat. Komet-komet berperiode pendek umumnya memiliki inklinasi kurang dari 10 derajat. Pun demikian dengan kelonjongan orbit (eksentrisitas), yang mencapai 0,96. Padahal komet-komet berperiode pendek lainnya umumnya kurang dari 0,3. Demikian lonjongnya orbit komet Machholz 1 sehingga perihelion (titik terdekat terhadap Matahari) hanya sebesar 18,6 juta km. Dengan demikian saat berada di perihelionnya komet Machholz 1 lebih dekat ke Matahari ketimbang planet Merkurius (jarak rata-rata ke Matahari 59 juta km). Sementara aphelionnya (titik terjauh terhadap Matahari) melambung hingga sejauh 886,2 juta km atau lebih jauh dibanding planet Jupiter (jarak rata-rata ke Matahari 780 juta km).
Komet Machholz 1 terpantau dalam instrumen LASCO C3 SOHO, pada 13 Juli 2012. Sumber : NASA, 2012.
Terkesan dengan keunikan orbitnya yang berbeda dibanding komet-komet sejenisnya, Observatorium Lowell, Arizona (AS) melakukan analisis spektroskopik terhadap komet Machholz 1, sebagai bagian dari penelitian jangka panjang untuk mengetahui komposisi penyusun komet sekaligus menyusun basis data tentangnya. Hasilnya, jumlah atom karbon dalam komet Machholz 1 ternyata jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan 150 komet lainnya. Dalam hal kelimpahan molekul sianogen (CNO) misalnya, kadar sianogen komet Machholz 1 adalah 72 kali lipat lebih rendah dibanding kadar rata-rata sianogend alam 150 komet lainnya.
Keunikan ini berujung pada sebuah dugaan berani : komet Machholz 1 mungkin tidak berasal dari sabuk Kuiper maupun awan komet Oort sebagaimana komet-komet lainnya yang telah diketahui hingga kini, namun berasal dari luar tata surya. Dengan kata lain, komet ini mungkin terbentuk di suatu tata surya non-Matahari dan oleh sebab tertentu terpaksa meninggalkan habitatnya untuk kemudian berkelana menyusuri dingin dan gelapnya ruang antar bintang. Lintasan perjalanan komet Machholz 1 membawanya bertemu dengan tata surya kita, sehingga langsung berada di bawah pengaruh gravitasi Matahari. Planet gas raksasa Jupiter juga ikut-ikutan memberikan pengaruhnya, sehingga kini komet Machholz 1 berada dalam kondisi resonansi orbital dengan Jupiter dengan nilai 9 : 4. Artinya, tiap kali Jupiter tepat 4 kali mengelilingi Matahari,secara bersamaan komet Machholz 1 telah tepat 9 kali mengelilingi Matahari pula. Jupiter pula yang secara berulang-ulang merubah profil orbit komet Maccholz 1. Misalnya pada 13 Mei 2008, saat komet mendekati Jupiter hingga sejauh 130 juta km. Gravitasi Jupiter membuat orbitnya berubah sehingga perihelionnya memendek 0,15 juta km dari semula sementara periodenya bertambah dari 5,24 tahun menjadi 5,28 tahun.
Komet Machholz 1 (dalam lingkaran) terpantau dalam instrumen LASCO C2 SOHO, pada 14 Juli 2012. Sumber : NASA, 2012.
Dengan perihelion teramat dekat ke Matahari, amat sulit untuk mengamati komet Machholz 1 lewat teleskop-teleskop di Bumi. Kesempatan terbaik datang dari teleskop antariksa, khususnya yang terpasang dalam armada satelit pemantau Matahari. Salah satunya satelit SOHO (Solar and Heliospheric Observatory), veteran pemantau Matahari hasil kolaborasi NASA dan ESA yang telah bertengger di orbitnya sejak akhir 1995. Komet Machholz 1 memasuki medan pandang instrumen teleskopik LASCO C2 dan C3 pada 1996, 2002, 2007 dan 2012.
Pada 2012 ini komet Machholz 1 memasuki medan pandang instrumen LASCO C3 satelit SOHO sejak 12 Juli 2012 hingga 17 Juli 2012 dengan perihelion dicapainya pada 14 Juli 2012 yang bisa disaksikan lewat instrumen LASCO C2. Komet nampak bergerak dari bagian kanan bawah medan pandang menuju bagian kiri atas. Meski pemandangan yang disajikannya tak sespektakuler komet-komet terang yang pernah terpantau SOHO sebelumnya, sebutlah seperti comet Lovejoy (C/2011 W3), namun amat mengesankan menyaksikan bagaimana sebentuk titik cahaya berekor bergerak dengan pasti melintas di dekat Matahari. Sekilas pandang, tak satupun menyangka bintik cahaya ini bukanlah benda langit yang lahir di dalam tata surya kita.

Rabu, 18 Juli 2012

Why Mars Atmospheric Loss?


Mars has the atmosphere, though thin. Composition dominated by carbon dioxide atmosphere of Mars (about 95%).

Mars. Credit: NASA
Geological evidence in various places on Mars suggests that Mars was once warmer than now. Such conditions require a thicker atmosphere condition and contain carbon dioxide. At this solar system was young, the composition of carbon dioxide and water is approximately equal to those on Earth.

However, because Mars is farther from the Sun, which means on the cooler side, the atmosphere on Mars could be thicker. However, the climate on Mars became colder. This may occur due to the size of Mars are relatively smaller than the Earth. Initially, the carbon dioxide stored in the form of carbonates as well as on Earth. Carbonate can be found on the planet's crust layer (crust). However, the smaller size of Mars so cold faster, so that the layer of crust is thicker and harder to shift. As a result, there was no tectonic activity resulting in no significant change in the crust. In other words, carbon dioxide is bound in the carbonate remains bound.

Collision with a massive celestial body also cause the loss of the Martian atmosphere. The small size of Mars (ie, gravitational force is also weak), could not resist the release of gas into heat by the impact.

Another factor is the magnetic field. We on Earth are protected from the solar wind thanks to the magnetosphere, the magnetic field that surrounds a layer of planet we live on. As with the Earth, Mars is more exposed to the solar wind. Solar ultraviolet radiation causes the upper layers of the Martian atmosphere is ionized. As a result, without the protection of the magnetosphere, solar wind ions interact with the atmosphere and the sweep.
Loading